Selasa, 08 September 2015

"dR School" cerita imajinasiku ketika SMA

Dahulu, aku punya hobi yang mungkin sedikit di paksakan. Karena aku suka membaca buku novel fiksi ilmiah ataupun fiksi imajinatif, jadi aku sering berhayal. Agar hayalanku itu abadi, aku pun berinisiatif untuk mengarang beberapa novel. Nah, novel-novelku semasa SMA akan aku share disini. Semoga teman-teman menyukainya dan sering-seringlah berkunjung ke duniaku. ^_^
Maaf jika dari tokoh, setting dan kejadian yang ada di cerita ceritaku ini sama. Itu semua hanya kebetulan belaka. Terimakasih.

dR School part 1 : bab 4


4
The Ending

Di pagi yang cerah, sarapan terakhir di dR School, sebelum akhirnya kami kembali kerumah untuk liburan semester selama empat minggu atau satu bulan. Di acara inilah Kepala Sekolah mengumumkan siapa yang akhirnya berhasil memajang potonya di bingkai Outstanding Group-Grup Istimewa.
“Selamat pagi anak-anak,..” seru Kepala Sekolah riang gembira di aula sekolah.
“Ada kabar bagus yang harus kalian dengar. Sekolah kita kedatangan grup baru. Untuk pertama kalinya setelah sekitar empat puluh tahun yang lalu, dR School kembali memiliki murid dengan kemampuan Outstanding-Istimewa. Dan inilah grup baru kita Outstanding Group-Grup Istimewa. Lionel Lewis dari Sinus, Fenichi Kudo dari Tangen dan Dinada Amriyani dari Cosinus,... selamat untuk kalian bertiga,..” jelas Kepala sekolah.
Tiba-tiba saja Aula meledak oleh tepuk tangan para murid yang terkagum-kagum. Sulit di duga, dR School memang penuh dengan teka teki yang membuatku bingung.
“Baiklah, aku harus akui, kau memang Genius Fenichi Kudo” sahut Kaito dengan penuh rasa kecewa.
“Gitu dong, itu baru Kakakku” ujar Fenichi tersenyum pada kakaknya untuk pertama kalinya.
Lionel tersenyum melihat semua itu. Aku baru melihat senyumnya yang begitu lepas, dia tampak lebih tampan. Hei, apa yang aku pikirkan. Dasar bodoh,.. dia tersenyum padaku. Untuk kesekian kalinya, aku merasa pipiku panas dan mulai memerah.

dR School part 1 : bab 3


3
The Outstanding Group-Grup Istimewa

Cahaya matahari mulai menembus jendela kamarku. Mataku pun di buatkan silau. Dengan rasa berat, ku bukakan kelopak mataku. Ku lirik jam dinding yang ada di kamarku.
“Apa,..?!” pekikku segera bangun dan berlari menuju ke kamar mandi.
Jarum jam yang panjang berdiri di atas angka sebelas sedangkan jarum jam yang pendek berdiri di atas angka tujuh. Dengan sekuat tenaga aku berlari menuju ke kelas Cosinus. Berharap masih ada waktu untuk masuk ke kelas.
Aku pun berhasil tiba di depan halaman kelas Cosinus. Ku lihat pintu kelas Cosinus mahh terbuka. Dengan sisa tenaga yang ku miliki aku berlari menghampiri kelas.
“Selamat pagi,..” ujarku terengah-engah.
“Selamat pagi Dinada,..” sahut Prof. Nitra yang sedikit terheran-heran melihatku.
Sejenak suasana hening, sampai suara perutku yang lapar karena tak sarapan pagi berbunyi. Aku pun menarik urat senyumku.
“Masuklah” sahut Prof. Nitra seraya menggelengkan kepalanya.
Aku pun masuk ke kelas dan duduk di bangkuku. Pelajaran pun terus berlangsung, konsentrasiku sedikit terpecah karena perutku yang selalu mengeluarkan bunyi di saat aku sedang belajar.
Saat aku sedang sibuk memikirkan perutku yang selalu menggangguku, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan masuk ke dalam kelas.
“Permisi Proffesor Nitra Nelida, boleh saya meminjam Nona Amriyani, Kepala Sekolah memanggilnya” ujar Proffesor Mulya Dinata, di tengah-tengah pelajaran.
“Silahkan” sahut Prof. Nitra.
Aku pun berjalan meninggalkan kelas.
“Maaf Proffesor, ada apa ?” tanyaku kebingungan.
“Nanti kau akan tahu sendiri” sahutnya.
Aku berjalan di belakang Prof. Mulya yang membimbingku berjalan menuju ke sebuah bangunan yang ku kenal itu adalah ruang kerja kepala sekolah. Di tariknya pegangan pintu ruangan itu. Di balik pintu itu berdiri dua orang siswa, Lionel dan Fenichi Kudo.
“Baiklah, kalian semua telah aku kumpulkan. Kalian tahu kenapa kalian kami kumpulkan disini ?” tanya Kepala sekolah.
Tak ada satupun siswa yang berkata. Suasana hening semenjak Kepala sekolah mengakhiri kalimatnya.
“Baiklah, kami ingin kalian memecahkan kasus yang ada di pulau Nias, esok hari. Besok kalian akan berangkat bersamaku, dan Acceptable Group-Grup Baik. Tepat pada jam 08:00 kita bertolak dari sini” ujarnya.
“Kenapa dia merahasiakan kenapa kita yang harus pergi ?” tanya Fenichi setelah keluar dari ruangan itu.
“Test yang ada di dR School selalu mendadak dan mereka akan merahasiakan test itu” jawab Lionel sambil lalu.
“Eh, kau belum memberitahuku. Apa yang kau lakukan dengan Lionel kemarin ?” tanya Fenichi sesaat setelah Lionel menjauh dari jangkauan mereka.
”Dia hanya mengatakan bahwa kita akan di test. Hanya itu” jawabku singkat.
                   *                           *                           *
“Kenapa kau ada disini ?” tanya Kaito sinis pada Fenichi.
“Kepala sekolah memintaku ikut” ujar Fenichi. Suara mereka berdua bergema di aula yang kosong.
“Baiklah, semua murid telah berkumpul, kita berangkat saja sekarang” ujar Kepala sekolah yang baru saja datang.
Di sepanjang jalan tak ada satu pun yang berbicara. Keheningan menemaniku sepanjang perjalanan. Lionel sibuk dengan MP3-nya. Fenichi masih merasa jengkel pada kakaknya yang sok tahu. Mereka semua memiliki kesibukannya masing-masing.
Akhirnya, aku dan rombongan sampai di sebuah dermaga.
“Selamat pagi” ujar seorang nelayan yang bertubuh gemuk.
“Selamat pagi” sahut Kepala sekolah.
Aku dan rombongan di antarkan ke sebuah kapal Speedboat.
“Maaf, Tuan-Tuan dan nona, kapalnya memang begini” ujar nelayan itu saat melihat rombongan yang mulai merasakan mual.
“Kapal yang menuju pulau hanya ada satu dalam seminggu. Maka dari itu, hari ini bertahanlah dengan kapal ini” lanjutnya.
“Ngomong-ngomong ada perlu apa dengan keluarga Bennet ? apa soal Tuan Daniel Bennet ?” tanya nelayan itu serba ingin tahu.
“Daniel Bennet ?” tanya Kepala sekolah sambil menahan rasa mual.
“Ya, anak kedua dari lima bersaudara Bennet. Kasihan keluarga Bennet, beberapa bulan yang lalu, Tuan Precious yang jadi kepala keluarga itu meninggal. Kelima bersaudara itu pun mewarisinya. Tetapi, beberapa minggu setelahnya, Tuan Daniel tewas karena jatuh dari tebing. Keluarga Bennet adalah kepala nelayan yang menguasai pulau ini. Kalau kemalangan ini terus berlanjut, entah bagaimana jadinya nanti” cerita si nelayan.
“Nah, kita sudah sampai” ujar Nelayan itu mematikan mesin kapal.
“Hei ada apa itu ?” ujar Kepala sekolah.
“Hei, ada apa ?” teriak nelayan itu pada seseorang di tepi laut.
“Celaka, Tuan Mustafic tewas tenggelam” sahut orang itu.
“Apa, celaka, Tuan Mustafic kan anak ketiga dari keluarga Bennet” ujar nelayan itu.
Secepatnya, aku dan rombongan berbaur dengan penduduk yang sedang sibuk mengamati mayat Tuan Mustafic.
“Dia hanyut di pelabuhan” ujar laki-laki tua pada polisi yang sedang mengidentifikasi mayat itu.
“Mustafic,…” teriak seorang pria yang menerobos masuk ke kumpulan.
“Minggir kau,.. minggir” bentaknya pada penduduk yang sedang berkumpul.
“Ini jelas-jelas pembunuhan” celetuk Lionel Lewis dengan suaranya yang dingin.
“Apa maksudmu ? dan siapa kamu sebenarnya ?” bentak Tuan Masturi.
“Maaf Tuan, kami dari dR School” jawab Kepala sekolah.
“dR School ? pemecah teka-teki ? siapa yang memanggilmu kemari ?” sahutnya.
“Aku yang memanggilnya” sahut seorang pria tinggi kurus dengan nada ketakutan.
“Jadi, kaukah Masrezwan Bennet ?” potong Kepala sekolah.
“Benar, itu aku. Tapi, semua sudah terlambat. Kali ini Mustafic,..di bunuh oleh orang itu,..” ujarnya mulai menangis.
“Apa maksudmu dengan pembunuhan Lionel ?” tanyaku heran.
“Lihatlah, di bagian lehernya ada lilitan tali. Mungkin setelah membunuh, si pelaku menenggelamkannya ke laut” ujar Lionel menunjukan luka bekas lilitan tali di lehernya.
                   *                           *                           *
“Hei, apa dengan tujuh orang ini kasus ini bisa terpecahkan ?” tanya Tuan Masturi sombong.
“Uek,..” suara Kepala sekolah tersedak saat meminum teh yang di hidangkan di rumah keluarga Bennet.
“Kakak, mereka ini pemecah teka-teki yang handal kak” sahut Masrezwan.
“Baiklah, kalian akan ku sewa. Aku akan kegudang, kau saja yang cerita” ujarnya sambil lalu. Dia berjalan menuju ke luar rumah dan menghilang di ujung jalan.
“Maaf, tadi anda mengatakan ‘orang itu’ siapa dia sebenarnya ?” tanya Lionel masih dengan suaranya yang dingin.
“Orang itu adalah Aide Baihakki, dia adalah anak bungsu dari Keluarga Baihakki yang selamat dari kebakaran yang terjadi beberapa tahun lalu. Keluarga Baihakki mengira keluarga Bennet-lah yang sengaja membakar rumah mereka. Karena mereka pun ingin menjadi kepala nelayan di pulau ini” ujar Masrezwan. “Semua keluarganya tewas terbakar, tapi, Aide berhasil selamat dari kebakaran itu dan hilang entah kemana” lanjutnya.
“Jadi, Aide kembali ke pulau ini dan membalas dendam ke keluarga Bennet ini ?” tanya Kaito sok menganalisis.
“I,..iya”
“Apakah rumah keluarga Baihakki ada di pulau ini ?” tanyaku pada Masrezwan.
“Tentu saja” sahutnya.
“Bisakah anda mengantarkan kami ke sana ?” pinta Khairul Amri.
“Baiklah” sahutnya.
“Rusaknya parah sekali,..” sahut Sinichi saat melihat bangunan yang hanya tersisa pondasi-pondasi yang hitam terbakar di tengah hutan lebat.
“Benar, tak ada satu pun yang dapat di selamatkan” sambung Fenichi.
“Tapi, Aide berhasil selamat dari kebakaran itu” sahut Masrezwan.
“Hei, ternyata tempat ini tak jauh dari pantai” seru Sinichi saat mendengar suara ombak.
“Tentu saja, ini adalah ujung pulau” sahut Masrezwan.
“Ayo kita kesana” ajak Sinichi menarik tangan Fenichi.
“Masih sempat-sempatnya memikirkan itu di dalam situasi seperti ini” desis Lionel.
“Kenapa ?” tanyaku tersenyum.
Kuamati pipinya berubah menjadi merah.
“Tidak apa-apa” sahutnya menyadarkan dirinya.
Aku dan Lionel dan juga Masrezwan berjalan menghampiri pantai. Di bibir pantai berdiri nelayan yang tadi mengantarkan rombongan dR School ke pulau ini.
“Tuan Masrezwan, tak ku sangka jadi begini” sahut Nelayan itu.
Masrezwan hanya tersenyum yang tampaknya senyum sedih, tapi, aku merasa ada sesuatu yang ganjil dengan senyumannya itu.
“Kebetulan sekali” desis Lionel. “Pak, apa hari ini ada kapal yang keluar dari pulau ini ?” tanya Lionel pada nelayan itu.
“Ah, hari ini ? tak ada kapal yang keluar” jawab nelayan itu.
“Aide terakhir terlihat di pulau ini tepat pada jam 8 pagi. Untuk keluar pulau harus memakai kapal, jika tidak ada kapal yang berangkat, maka dia masih ada di pulau ini”sahutku.
“Apa hanya disini kapal keluar masuk ?” tanya Lionel lagi.
“Ya, tentu saja, selain pelabuhan ini, seluruh pulau di kelilingi oleh tebing-tebing yang curam” sahutnya.
“Apa dalam beberapa hari ini ada orang asing yang masuk ke pulau ini ?” tanyaku pada nelayan itu.
“Tidak,.. selain rombongan anda” sahut nelayan.
‘Jadi, bagaimana si pelaku bisa masuk ke pulau ini ?’
                   *                           *                           *
“Selamat makan” seru Fenichi saat hidangan makan malam di hidangkan.
Aku menyiku tangannya memberi isyarat agar dia sedikit menjaga perilakunya.
Sesosok wanita cantik berjalan memasuki ruang makan. Wajahnya begitu anggun, senyumnya mekar di wajahnya yang putih.
“Oh, iya, saya belum memperkenalkan adik bungsuku. Minera Bennet” ujar Masrezwan memperkenalkan adik perempuannya itu.
“Maaf, tadi saya sedang berada di kebun, jadi saya tidak tahu ada tamu di rumah. Saat saya datang, anda semua sedang tak ada di rumah” sahut perempuan cantik itu.
“Anda punya kebun ?” tanyaku heran.
“Tentu saja, kebun itu penuh dengan sayuran yang kami jual ke pasar” sahut Minera dengan suaranya yang lembut.
“Oh, iya dimana Tuan Masturi. Apa dia tidak makan siang bersama kami ?” tanya Kepala Sekolah.
“Oh, dia sedang tidur sekarang” sahut Masrezwan.
“Maaf, nona Minera boleh kami pergi ke kebun anda ?” tanya Fenichi.
“Tentu saja” sahutnya tersenyum manis.
                   *                           *                           *
“Ini dia kebun kami” seru Minera dengan senyumnya yang tak putus-putusnya ia mekarkan di wajahnya.
“Wah,.. indah sekali,..” sahut Fenichi penuh rasa kagum.
“Kebun ini terawat sekali” seruku kagum.
“Sama sekali tak ada yang aneh dengan kebun ini” sahut Lionel dingin.
Minera berjalan menghampiriku dengan Lionel.
“Hai, aku lihat kalian selalu berdua, apa kalian sedang menjalin hubungan yah ?” tanya Minera, tiba-tiba saja pipiku terasa begitu panas. Aku sadar bahwa wajahku telah memerah.
“Ti,..tidak” sahutku menyangkal.
Kuamati wajah Lionel yang juga ikut memerah.
“Oh,.. iya, boleh aku bertanya padamu ?” sahut Lionel menyadarkan dirinya, wajahnya pun kembali seperti semula.
“Silahkan” sahut Minera.
“Apa pekerjaan Masrezwan ?”
“Dia seorang Arsitek. Dia orang yang antusias. Aku dan dia sangat berbeda, dia seorang Arsitek tapi, aku hanya mengurus kebun ini” sahutnya.
“Dia sangat tunduk pada kakak Masturi tapi, dia selalu menekanku untuk melakukan sesuatu yang tak mau ku lakukan” lanjutnya.
“Minera,... !!” seru Masrezwan yang berteriak di ujung jalan kebun itu. “Cepat Kembali,.. sesuatu terjadi dengan Kakak Masturi,..” teriaknya.
Dengan secepatnya, minera berlari menghampiri Masrezwan. Dengan rasa kebingungan yang masih menyelimuti, kami pun ikut berlari bersama Minera.
Semua mata terbelalak saat melihat mayat Masturi yang bersandar di dinding dengan noda darah di dinding dekat lehernya. Jerit Minera mewarnai suasana saat itu. Semua orang panik melihat kejadian itu. Lionel berjalan menghampiri mayat Masturi. Tangannya yang dingin menyentuh nadi yang ada di leher Masturi.
“Celaka, dia sudah meninggal” ujarnya datar.
Dalam sekejap rumah keluarga Bennet di penuhi begitu banyak penduduk yang ingin melihat kejadian yang sebenarnya.
“Dia meninggal kehabisan darah akibat pembuluh darah di lehernya di potong benda tajam dan halus” ujar Lionel dingin.
“Ada dompet kosong di tempat kejadian, milik korban” sahut Shinichi.
“Mungkin ada orang yang mau mencuri dompetnya tapi, ketahuan. Agar tak terjadi keributan, maka si pelaku menusuknya dengan benda tajam” sahut Kaito sok memecahkan masalah.
“Tidak, dia bukan di tusuk. Itu bukan luka tusukan, tapi luka sayatan benda tajam dan tipis” sangkalku.
“Korban meninggal di lantai dua, si pelaku tidak mungkin keluar dari jendela kamar ini, kamar ini tingginya sekitar tiga meter. Jika si pelaku melompat, itu akan membahayakan dirinya sendiri. Jadi, kurasa pelakunya masih ada di sekitar kita” sahut Fenichi. Serentak isak tangis Minera pun terhenti.
“Saya rasa senjata yang di gunakan si pelaku itu, semacam silet yang tipis” sahutku.
“Wah,.. kasihan sekali keluarga Bennet. Semua anak hasil pernikahan pertama Precious dengan Arwen tewas di bunuh orang yang tak di kenal. Tinggal dua anak hasil pernikahan keduanya dengan Rivera, Masrezwan dan Minera” celetuk seorang penduduk.
“Maaf, pernikahan kedua ?” tanya Lionel.
“Iya, Precious menikah untuk kedua kalinya setelah isteri pertamanya meninggal. Anak-anak hasil pernikahan pertamanya memprotes tak mau menerima. Tapi, apa boleh buat kejadian itu akhirnya terjadi” jawabnya.
“Apa yang kau temukan Lionel ?” tanyaku.
“Misteri ini akan segera terbuka” sahutnya.
Dia menghampiri Masrezwan yang sedang duduk termenung. Wajahnya tak basah oleh air mata.
“Kau tampak tegar Masrezwan” salut Lionel.
“Tidak, aku bukan tegar. Aku pengecut,.. sejak kecil aku dilahirkan dengan tubuh yang lemah” sahutnya.
Beberapa waktu kemudian, rumah itu sudah tak terlampau penuh. Tinggallah rombongan dR School, Polisi, Masrezwan dan Minera.
“Kurasa semua telah terjawab” sahut Lionel.
“Apa maksudmu ?” ujar Masrezwan.
“Semua kejanggalan telah terjawab. Terbunuhnya keluarga Bennet beda ibu telah terungkap” ujar Lionel.
“Apa maksudmu dengan beda ibu ?” sahut Kaito.
“Semua yang tewas adalah anggota keluarga Bennet dari ibu yang pertama. Sedangkan yang selamat adalah anggota keluarga Bennet dari ibu yang kedua. Benarkan ?” lanjutnya.
“Di kasus ini, ada Faktor balas dendam” celetukku.
“Tepat, balas dendam, motif sebenarnya. Dan pelakunya adalah kalian berdua. Masrezwan dan Minera,..” seru Lionel.
“Apa,.. ? kau jangan mengada-ngada !!” bentak Masrezwan. Kini Masrezwan tampak seperti orang yang liar. Tak seperti pertama kali kami bertemu.
‘Bruk,..’ Minera menjatuhkan diri di lantai.
“Sudahlah kak,.. katakanlah yang sesungguhnya” ujar Minera.
“Apa maksudmu Minera ?” bentak Masrezwan dengan mata yang merah menahan amarah.
“Kami memang pelakunya,.. aku yang membunuh Mustafic,.. dengan tali yang di berikan oleh Masrezwan. Sebenarnya aku tak mau melakukannya, tapi, dia selalu saja menekanku,..” teriak Minera sambil terisak menangis.
“Kau,.. kau yang membunuh Masturi dengan meteranmu. Katakan yang sebenarnya ayo katakan” bentak Minera pada Masrezwan.
“Baiklah, aku mengaku, aku yang membunuh mereka semua. Aku sakit hati. Mereka selalu saja mengejekku, mereka selalu mengasingkanku. Karena mereka tahu aku bukan dari ibu yang sama. Tapi,kenapa ?” teriaknya marah.
Akhirnya Masrezwan dan Minera masuk ke penjara dan divonis hukuman seumur hidup.
“Kerja bagus anak-anak” salut Kepala sekolah.

dR School part 1 : bab 2


2
a.m dan p.m

“Selamat pagi.. !” ujar Fenichi menghampiri saat aku sedang memasukan roti ke dalam mulutku.
“Pagi..” sahutku dengan mulut penuh dengan roti.
“Aula penuh,..” keluh Fenichi seraya meraih roti di samping kananku. Dengan semangat, dia mengoleskan selai kacang ke atas rotinya.
“Oh, iya, Fenichi, kau pernah berkata ‘Kaito belum pernah mengatakan bahwa dia salah satu kakak kelas yang berprestasi’ apa maksud dari kalimat tersebut ?” ujarku setelah berhasil menelan roti yang tadi ada di mulutku.
“Bagi murid-murid yang berprestasi, mereka akan menempati group yang telah di sediakan. Yaitu : Acceptable-Baik, Outstanding-Istimewa. Tapi, sayang belum ada yang berhasil menempati group Outstanding-Istimewa” jawabnya, matanya mengarah ke bingkai foto yang tergantung di dinding kanan Aula. Bingkai itu kosong, dan berdebu. Di bawah bingkai itu terukir tulisan ‘The Outstanding Group-Grup Istimewa’
“Bingkai itu kosong !”
“Tentu saja, aku kan sudah bilang, tak ada yang berhasil menempati group Outstanding-Istimewa selain Kepala sekolah kita, Mantan wakil kepala sekolah dan Mantan guru Simulasi kita” jelas Fenichi.
“Oh,.. memangnya apa keistimewaannya jika kita menjadi murid yang berprestasi ?” tanyaku penasaran.
“Tentu saja ada keistimewaannya. Dari setiap kelompok, akan di ambil salah satu murid yang nilainya Outstanding-Istimewa atau Acceptable-Baik. Dan akan di gabungkan dalam satu Group. Dan ketiga orang tersebut akan menjadi ketua kelompok” jawabnya.
‘Ctk,ctk..’ jari panjang anak laki-laki yang bernama Kaito mengetuk-ngetuk microphone di depan aula.
“Mohon perhatiannya” ujarnya.
“Apa yang ia lakukan ?” desis Fenichi kesal.
“Tepat pada jam tujuh tiga puluh murid-murid di haruskan masuk ke kelasnya masing-masing. Dan mengenakan seragam yang telah di sediakan sekolah. Dengan rapih dan lengkap. Kelas Cosinus ada di sebelah utara aula, kelas Sinus ada di sebelah selatan aula, dan kelas Tangen ada di sebelah Timur Aula. Di depan pintu kelas pemula tertuliskan Beginner-Pemula” ujarnya, dia mengurangi tempo perkataannya. Dan berpura-pura bijaksana.
“Tak lucu kau melakukan itu Kaito” desis Fenichi jengkel.
“Kenapa kau begitu jengkel padanya ?” tanyaku heran.
“Tentu saja, dia memang menjengkelkan” ujarnya merobek roti sekuat tenaga.
“Baiklah, Fenichi, aku kembali ke kamarku. Sampai ketemu nanti” ujarku pamit.
“Bye,…” sahutnya.
“Oh, tidak,..” celetukku setelah aku melihat seragam dengan rok selutut yang di gantung di gagang pintu kamarku.
“Jangan perintahkan aku untuk menggunakan ROK” ujarku pada diriku sendiri dengan memberikan tekanan pada kata rok.
“Uh,..uh,..” keluhku jijik melihat diriku sendiri di cermin.
Rok hitam selutut, kemeja putih, dasi merah hati, rompi hitam, dan jass hitam itu menempel aneh di badanku. Aneh,..?!
“Jangan mengeluh, terima saja lah” ujarku pasrah.
“Hai, Dinada” sapa Fenichi saat kami berpapasan di depan halaman aula.
“Mmff,..” desis Fenichi menertawakanku setelah dia mengamati cara berpakaianku.
“Jangan menertawakanku” sahutku jengkel.
“Maaf,..maaf, tapi, aku yakin kau akan terbiasa” ujarnya masih tertawa. “Sampai nanti” sahutnya pergi menuju ke kelasnya.
“Baiklah anak-anak, selamat Pagi. Saya Prof. Annazar, saya akan memberikan simulasi TKP pada kalian dan kalian harus memecahkan teka-teki itu. Kami tidak akan memberikan materi pada kalian, kami akan memberikan praktek langsung pada kalian” ujar Prof. Annazar yang tiba-tiba masuk ke kelas.
Di depan kelas, terbentang layar putih yang lebar. Tiba-tiba saja muncul TKP. Sebuah kamar yang rapih, di samping tampat tidur, berkas besi berbuka, isi di dalamnya kosong. Sebuah jam dinding di gantung di atas berkas besi itu. Di samping berkas itu ada sebuah sofa dan lampu. Dan juga jendela di belakang sofa itu terbuka.
“Ini adalah TKP pencurian uang. Ini adalah kamar Nakamoto Eichin. Dia adalah karyawan perusahaan ‘SLEA’ bagian Administrasi. Dia terkejut saat melihat berkasnya telah terbuka sepulangnya dari kantor tepat pada jam 16:17. Seorang saksi melihat ada seorang pria yang keluar dari jendela kamar Nakamoto pada jam 16:12. Si pencuri berhasil membuka berkas si Korban. Padahal berkas si Korban di kunci oleh empat angka kode. Pertanyaannya, bagaimana bisa si Pencuri membuka kode itu dengan mudah ?” jelas Prof. Rohanda.
“Itu mudah Proffesor, coba saja semua angka” celetuk Almon. Seorang anak laki-laki yang berdiri semangat di ujung kelas.
“Itu mustahil, empat angka kode. Berarti ada seribu peluang angka. Mustahil bila memutar seribu angka kode dalam waktu lima menit. Jika satu detik empat angka kode, maka dalam lima menit ada tiga ratus per empat angka kode yang berhasil di buka. Kemungkinannya hanya tiga persen. Belum lagi si pelaku berhasil membawa pergi uangnya. Itu semua tak cukup dalam waktu lima menit” sangkal Tyas. Seorang anak perempuan jangkung yang duduk di sampingku.
Wajah Almon tampak kesal dan kebingungan, dia menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.
“Maaf, Proffesor, bisa kau beritahu aku jam berapa Tuan Nakamoto biasa pulang dari kantornya ?” tanya Oktria. Seorang anak perempuan yang duduk di belakangku.
“Tuan Nakamoto pulang dari kantornya tepat pada pukul 15:30 di setiap harinya. Dari kantornya menuju ke rumahnya ia membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit. Menurut orang-orang terdekat Tuan Nakamoto, dia salah satu orang yang mudah lupa atau Pelupa” jawab Prof. Annazar.
“Jika Tuan Nakamoto pulang dari kantor tepat jam 15:30, dan empat puluh menit perjalanan menuju ke rumah, dan dua menit perjalanan menuju ke kamar. Lalu, dimana Tuan Nakamoto saat lima menit sebelum ia masuk ke kamarnya ?” tanya Malia merasa ada keganjilan.
“Lima menit sebelum Tuan Nakamoto masuk kekamarnya, Tuan Nakamoto berbincang-bincang dengan seorang pria di halaman rumahnya” jawab Prof. Annazar singkat.
Suasana hening, semua murid fokus pada teka-teki ini dan berusaha untuk memecahkan teka-teki ini. Semua murid mengerutkan keningnya, mencari analisis yang masuk akal.
‘Pelupa, empat puluh menit waktu yang di perlukan menuju ke rumah dari kantor, dua menit dari halaman depan menuju ke kamar, dalam lima menit pelaku itu bisa membuka kode’
“Proffesor, boleh aku menjawab ?” tanyaku.
“Tentu saja” jawabnya mempersilahkan.
“Tuan Nakamoto terkenal Pelupa. Dia pulang tepat pada pukul 15:30, tepat pada jam 16:12 dia sampai di rumah, jika tak ada gangguan sama sekali. ‘SLEA’ adalah perusahaan yang besar. Tuan Nakamoto adalah karyawan bagian Administrasi yang setiap harinya bertanggung jawab pada uang perusahaan yang di dapatkannya dari konsumen. Jadi, Tuan Nakamoto harus membuka berangkas setiap harinya sepulangnya dari kantor. Karena si Korban adalah orang yang pelupa, maka si Korban menyimpan kode di benda disekitarnya,…”
“Tapi, tak ada satu pun memo yang di temukan di sekitar TKP itu !” potong Sofar seorang anak yang duduk di samping kiri anak yang bernama Tyas.
“Tuan Nakamoto tidak menuliskan kodenya di atas memo, melainkan dia menuliskannya di atas jam dinding yang di gantungkan di atas berangkas. Agar Tuan Nakamoto mudah mengingat kodenya, ia menggantungkan jam dindingnya di dekat berangkas,…”
“Tapi, jam dinding itu bertuliskan dua puluh empat angka. Dari angka a.m dan p.m, bagaimana bisa Tuan Nakamoto mudah mengingatnya ?” potong Ramurez yang ternyata satu kelas denganku. Gambar jam dinding itu di perbesar di layar yang terbentang di depan kelas.
“Itu yang lebih memudahkan Tuan Nakamoto untuk mengingatnya, dia menggaris bawahi angka jam yang menjadi angka kode berangkas itu. Kodenya 1612. Dengan kata lain, si Pelaku adalah orang yang memang telah mengenal Tuan Nakamoto. Si pelaku bekerjasama dengan pria yang mengajak Tuan Nakamoto berbincang-bincang di halaman rumahnya selama lima menit. Setelah berhasil membawa uangnya, pria yang berbincang-bincang dengan Tuan Nakamoto pamit meninggalkannya. Dan,… BAM,… Tuan Nakamoto menemukan berangkasnya telah terbuka dan uangnya hilang begitu saja” jelasku.
“Kau benar Nona Amriyani” ujar Prof. Annazar seraya bertepuk tangan.
Seketika kelas pun meledak oleh tepuk tangan murid-murid. Mulailah terdengar desis-desis murid yang kagum dan iri padaku.
“Bagaimana kelasmu ?” tanya Fenichi yang datang menghampiriku di aula saat waktu makan siang.
“Tak begitu buruk di bandingkan dengan rok ini” sahutku masih ingat dengan rok yang ku kenakan.
“Hmf,..Hmf” desis Fenichi mulai menertawakanku.
“Berhenti menertawakanku Fenichi” sahutku jengkel.
“Maaf,..” sahutnya.
“Hei,.. siapa dia ?” tanyaku pada Fenichi setelah terkejut melihat pria yang mengenakan jass hijau limau duduk di meja makan para pembimbing.
“Kau tak tahu siapa dia ?” ujar Fenichi berbalik bertanya.
Ku gelengkan kepalaku.
“Proffesor Darma Satya” sahut Fenichi singkat.
“Oh,.. kepala sekolah !” seruku lega.
‘Ctk,ctk..’ jari panjang Prof. Rohanda mengetuk-ngetuk microphone. Serentak suasana di aula hening.
“Selamat Siang semua,.. sebelum kita mulai makan siang kita kali ini, kepala sekolah kita Prof. Darma Satya akan menyampaikan pengumumannya terlebih dahulu” ujar Prof. Rohanda.
Sesosok pria tinggi dan bertubuh besar itu berjalan ke depan aula dan berdiri di depan microphone. Senyumnya merekah di wajahnya yang tampak galak, walaupun dia tersenyum.
“Selamat siang murid-muridku” suaranya menggema.
“Saya minta maaf sebesar-besarnya, karena saya tak bisa membuka penerimaan murid baru di sekolah ini, karena saat itu saya harus menyelesaikan urusan yang sangat penting” ujarnya penuh wibawa yang mengingatkanku pada ayahku.
“Bagi murid-murid baru, akan diadakan test murid berprestasi dalam waktu dekat ini. Bagi murid tingkat kedua, telah di temukan grup murid yang berprestasi. Yaitu Acceptable Group-Grup Baik, yang beranggotakan Kaito Kudo dari Cosinus”
“Uh,..” dengus Fenichi.
“Khairul Amri dari Sinus, dan Shinichi Kid dari Tangen. Menurutku ini adalah prestasi yang cukup baik, walaupun sebenarnya saya mengharapkan ada murid yang bisa menempati Outstanding Group-Grup Istimewa. Semoga murid-murid baru ini bisa menempatinya. Baiklah, kita mulai saja makan siang kali ini”
Sekitar satu pleton pasukan masuk ke aula melalui lorong yang ada di kanan dan di kiri aula. Masing-masing dari mereka membawa piring yang berisikan makanan yang menggugah selera.
“Waktunya makan,..” ujar Fenichi menggenggam erat sendok dan garpunya.
“Ah,.. makan siang yang mengenyangkan” ujar Fenichi setelah menyantap daging ayam yang tersedia di meja.
“Wah,wah,wah... adik kecilku lahap sekali menyantap makan siangnya” ujar Kaito yang tiba-tiba datang.
“Apa yang kau lakukan disini ?” tanya Fenichi ketus.
“Wah, ternyata kamu masih marah yah, masalah pujian ayah padaku ?”
“Diamlah” bentak Fenichi.
“Kamu sudah tahu kan bahwa aku salah satu anggota Acceptable Group-Grup Baik ?dan aku juga ketua kelompok Cosinus ?” ujar Kaito membanggakan diri. “Tidak perlu iri, tapi memang itu kenyataannya”
“Hai Kaito, sedang apa kau disini ?” dua orang anak laki-laki berjalan menghampiri Kaito dengan penuh semangat.
“Oh, aku sedang berbincang-bincang dengan adikku” sahut Kaito sok bijaksana.
“Maukah kau mengenalkannya padaku ?” tanya seorang anak laki-laki bertampang manis.
“Fenichi, ini Sinichi Kid” ujarnya pada Fenichi.
Senyuman merekah di wajah Fenichi saat Sinichi mengulurkan tangannya dana berkata “Sinichi”
“Fenichi” sahut Fenichi.
“Oh, yah Kaito, ada kabar, kita bertiga akan di ajak kepala sekolah untuk mengetest murid berprestasi tahun ini minggu depan” ujar seorang anak laki-laki yang kedua.
“Kau tahu siapa calon murid berprestasi di tahun ini ?” tanya Kaito.
“Aku tak tahu” sahutnya.
“Tak ada satu pun murid tahun ini yang bisa mengalahkan Kaito Kudo” ujarnya sombong.
“Uh,..” dengus Fenichi.
“Uhm,..” Lionel berdehem tepat di belakang kami. Semua mata tertuju padanya.
“Boleh aku bicara denganmu Dinada ?” tanya Lionel halus.
“Tentu saja” sahutku. Aku berjalan keluar dari kumpulan. Aku mendengar dengusan Fenichi yang iri melihatku.
“Ada apa ?” tanyaku pada Lionel setelah berdiri jauh dari jangkauan murid-murid yang sedang berkumpul di aula.
“Apa kau sudah tahu siapa yang akan di test untuk murid yang berprestasi minggu depan ?” tanyanya dengan suara yang dingin.
Aku menggelengkan kepala.
“Kau, Aku dan Fenichi” jawabnya menghapus ketidaktahuanku.
“Apa kau tak salah bicara ?” tanyaku keheranan.
Dia menggelengkan kepala meyakinkan.
“Mengapa aku ?”
“Entahlah, yang pasti bersiaplah untuk test” ujarnya seraya tersenyum sinis.